- photograph by Arifa R. Abdullah
Hari Anti Tembakau Dunia
Gaya hidup masyarakat dunia sekarang mulai mengalami perubahan yang signfikan dalam kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya. Atmosfer ini sungguh dirasakan di setiap lini kehidupan mulai dari petani hingga pejabat, dari individu hingga pergaulan antar negara. Mungkin salah satu sebabnya karena biaya kesehatan yang mahal sehingga pandangan tentang sehat itu sendiri juga berubah. Sehat sudah menjadi barang mahal sekarang, sehingga masyarakatpun sebagian berusaha menjaga kualitas kesehatannya. Namun, tetap saja masih banyak sebagian masyarakat yang acuh terhadap kondisi dirinya akibat konsekuensi perilaku atau kebiasaan tidak sehatnya yang bahkan mungkin juga turut berperan untuk membuat orang lain sakit. Kondisi semacam inilah yang menjadi gambaran kehidupan yang terjadi di Negeri kita, ringkasnya di sekeliling kita.
Salah satu masalah yang kronis namun up to date ialah masalah rokok. Stigma rokok yang negatif tetap saja diminati banyak orang. Sungguh ironis sekali. Di satu sisi para perokok tahu dampaknya bagi kesehatan dan lingkungan sekitarnya, tapi di sisi lain sangat berat untuk menghilangkan kebiasaannya itu. Kecanduan akan rokok lah alasannya. Padahal menurut banyak hasil penelitian, telah jelas bahwa perokok pasif lebih beresiko mengalami dampak kesehatan yang lebih buruk daripada perokok aktif. Peran serta dari pemerintah menanggapi masalah ini, hanya masih dalam tahap menghimbau saja untuk para perokok aktif. Belum tegas mengeluarkan kebijakan melindungi masyarakat secara luas yang bukan perokok. Kebijakan yang keluar pun hanya terkesan sporadis dilakukan di bebera kota saja, tidak serempak dan tidak terkontrol. Sehingga kebijakan itu menjadi terkesan mubadzir.
Fenomena seperti itulah yang menimbulkan harapan jika kebijakan itu berlaku secara luas dan menyeluruh di setiap daerah di Indonesia. Larangan merokok bagi warganya, atau minimal larangan merokok di tempat umum. Memang terkesan mustahil jika melihat ketergantungan Negara ini pada Perusahaan rokok. Mulai dari penyerapan tenaga kerja yang banyak sampai masih banyaknya subjek pecandu rokok yang pastinya tidak menginginkan penutupan perusahaan rokok tersebut. Namun, proses perubahan paradigma itu membutuhkan waktu dan pastinya gerakan konkret. Yang bisa dimulai dari elemen Negara manapun. Karena perubahan yang besar dimulai dari perubahan yang kecil. Tanpa terkecuali gerakan itu dimulai dari lingkungan mahasiswa. Dalam hal ini kampus masing – masing. Sehingga harapannya, jika gerakan ini massif dan serentak di setiap kampus di Indonesia, dampaknya akan signifikan bagi masyarakat. Pandangan masyarakat tentang mahasiswa dengan intelektualitasnya menyikapi masalah rokok, akan dicontoh dan diaplikasikan mereka di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Harapannya Negara ini akan terbebas dari asap rokok karena timbulnya kesadaran sendiri dari warga negaranya. Banyak orang mengatakan bahwa merokok merupakan hak asasi manusia, sehingga perlu adanya toleransi kepada perokok untuk tetap dapat merokok, dimanapun perokok tersebut ingin merokok. Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang tidak merokok , dan dengan terpaksa harus menghisap asap rokok yang dikeluarkan orang lain? Apakah mereka tidak memiliki hak asasi untuk menghirup udara bersih yang tidak tercemar asap rokok? Tidak perlukah adanya toleransi dari perokok kepada orang-orang yang tidak merokok? Jika demikian yang terjadi, maka upaya penegakan keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang dilakukan adalah PINCANG!
Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang , dengan korban 57 ribu perokok meninggal setiap tahun dan sekitar 500 ribu menderita berbagai penyakit. Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 milyar batang rokok atau berada di urutan ke-4 setelah RRC (1.679 milyar batang), AS (480 milyar), Jepang (230 milyar), serta Rusia (230 milyar). Sebab, jumlah uang yang dibelanjakan penduduk Indonesia untuk tembakau/rokok 2,5 kali lipat dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan dan 3,2 kali lipat biaya kesehatan.
Menurut data WHO, di kawasan Asean saat ini ada 124 juta orang dewasa yang merokok. Dari jumlah itu, sebanyak 46 persennya berada di Indonesia.Adapun konsumsi rokok per kapita di Indonesia, baik kretek maupun putih, pada 2004 adalah 935 batang, dan pada 2005 sebesar 1.006 batang. Penggunaan tembakau di Indonesia tumbuh dengan sangat cepat, paling
tidak sampai tahun 2004. Keinginan untuk merokok diindikasikan meningkat tinggi di usia muda dibandingkan kelompok usia tua, terutama dalam populasi 5-19 tahun. Ada empat kali peningkatan (471%) dalam 3 tahun periode antara tahun 2001 dan 2004 di kelompok umur 5-9 tahun, dibandingkan dengan 133% dari kelompok umur 10-14 tahun dan 108% di kelompok umur 15-19 tahun.Prevalensi merokok tertinggi (73, 3%) terdapat pada laki-laki tanpa pendidikan dan yang tidak lulus SD.
Dari hasil Susenas 2004, tercatat prevalensi laki-laki dan wanita dengan usia di atas 15 tahun
yang merokok mencapai 34,5%. Untuk di daerah urban mencapai 31,8%, sementara di daerah pedesaan mencapai 36,6%. Sementara itu, daerah dengan perokok tertinggi sebesar 42% adalah provinsi Maluku Utara, sedangkan daerah dengan perokok terendah sebesar 24% adalah provinsi Nanggro Aceh Darussalam.
Berdasarkan survei yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5 persen remaja laki-laki dan
2,3 persen remaja perempuan merupakan perokok, 3,2 persen di antaranya sudah kecanduan. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak mereka di bawah usia 10 tahun.
Diantara pelajar yang saat ini merokok, 3,2%-nya ketagihan, contoh: hal pertama yang ingin dilakukan saat bangun tidur adalah merokok. Kita semua mengetahui bahwa kecanduan merokok akan sangat susah disembuhkan apalagi jika merokok tersebut didapat sejak masa remja. Selain itu juga bisa menjadi pintu masuk bagi anak remaja untuk mengkonsumsi narkoba. Ini bukanlah sesuatu hal yang main – main, hal ini harus kita sikapi dengan serius.
Lebih dari 70000 artikel ilmiah, yang telah meneliti dan membuktikan bahayanya pengaruh rokok terhadap kesehatan. Dalam asap rokok, terkandung 4000 partikel berbahaya (racun) yang tidak hanya mengancam kesehatan seseorang bahkan dapat juga berakibat pada kematian (meskipun tidak secara langsung). Jumlah kematian yang berhubungan dengan konsumsi tembakau pada tahun 2001 427.948 jiwa atau 22.5 % dari total kematian orang Indonesia. Akankah kita membiarkan jiwa terancam oleh pembunuh terselubung bernama rokok?.WHO
mencatat adanya kematian sekitar 11.000 orang tewas setiap hari akibat penyakit berkaitan dengan tembakau. Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik.Total kematian pada tahun 2000 akibat rokok adalah 4,2 juta per tahun, atau 350 ribu per bulan, atau 11.666 per hari, atau 486 per jam. ”Tercatat ada delapan orang meninggal dunia setiap menit di dunia akibat rokok”. WHO mencatat adanya kematian sekitar 11.000 orang tewas setiap hari akibat penyakit berkaitan dengan tembakau. Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik. Total kematian pada tahun 2000 akibat rokok adalah 4,2 juta per tahun, atau 350 ribu per bulan, atau 11.666 per hari, atau 486 per jam.Tercatat ada delapan orang meninggal dunia setiap menit di dunia akibat rokok. Di dunia tembakau dapat menyebabkan sekitar 8,8 persen kematian (4,9 juta kematian setiap tahunnya dimana 70 persen nya terjadi di Negara berkembang ) dan sekitar 4,1 persen menyebabkan penyakit (59,1 juta). Jika kecenderungan ini tidak berbalik, maka angka-angka tersebut akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun mulai tahun 2020, atau pada awal 2030. Pada Mei 2003, dalam sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHO) ke 56, 192 negara anggota WHO dengan suara bulat mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control). FCTC ini, pada tahun 2006, telah ditandangani oleh 167 negara, dimana jika suatu konvensi telah ditandatangani oleh lebih dari 40 negara maka aturan tersebut berlaku dan mengikat di semua negara.Tujuan dari FCTC ini adalah untuk melindungi generasi sekarang, dan mendatang dari kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan dan konsekuensi ekonomi dari konsumsi tembakau serta paparan terhadap asap tembakau. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum meratifikasi aturan hukum internasional tersebut, bahkan belum menandatanganinya. Bahkan Negara Timor Leste , yang belum sedekade menikmati kemerdekaan mereka, memiliki keberanian untuk menandatangani dan meratifikasi hukum internasional tersebut.
Pada tingkat nasional, pemerintah indonesia telah mengeluarkan beberapa perturan yang berkaitan dengan rokok. Pada tahun 1999, telah dikeluarkan PP No 81 Tahun 1999 tentang perlunya pencantuman peringatan tentang kesehatan pada iklan-iklan rokok. Kemudian pada tahun 2000, telah dibentuk PP no. 38 tahun 2000 tentang pembatasan iklan rokok dan pencantuman kadar nikotin dan tar dalam rokok. Selanjutnya pada tahun 2003 , pemerintah mengeluarkan PP no 19 tahun 2003 yang mengatur tentang kadar tar dan nicotin yang dijinkan dalam rokok, syarat-syarat produksi dan penjualan, persyaratan iklan dan promosi rokok serta aturan kawasan bebas rokok di tempat-tempat umum. Yang dimaksud dengan tempat-tempat umum adalah tempat-tempat umum (seperti restaurant, tempat layanan kesehatan, mal), tempat bekerja, institusi pendidikan, tempat bermain anak, tempat-tempat ibadah, serta sarana transportasi umum.Tetapi dalam pelaksanaanya, belum ada ketegasan dari pemerintah. Sehingga budaya merokok tetap marak di tengah-tengah masyarakat. Salah satu aspek yang sering disorot dan menjadi dilema terbesar untuk penyelesaian masalah rokok ini adalah aspek ekonomi. Oleh karenanya, sebatang rokok bak pisau bermata dua , satu sisi industri rokok telah menyumbangkan angka pendapatan yang cukup besar bagi kas negara melalui pajak dan juga industri rokok merupakan industri yang mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak. Namun fakta membuktikan bahwa, total biaya konsumsi tembakau pada tahun 2001 adalah Rp 127,4triliun , yang digunakan untuk belanja tembakau, biaya pengobatan sakit akibat mengkonsumsi tembakau, kecacatan dan kematian dini . Angka tersebut setara dengan 7,5 kali lipat penerimaan cukai tembakau pada tahun yang sama, yaitu Rp 16,5 Triliun! (Sumber data Koran Tempo 9 April 2007).
54 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang tergabung dalam wadah Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) memiliki tanggung jawab moral kepada bangsa ini, sehingga proses ini haruslah dimulai dari kampus–kampus mahasiswa kedokteran yang notabene melek kesehatan. Hemat kata, lebih faham dampaknya bagi kesehatan dan lingkungan sekitar. Ironis sekali jika di kampus kedokteran masih dijumpai kepulan asap rokok dimana – mana. Jadi, kesimpulannya, menciptakan kampus bebas rokok ialah wujud tanggung jawab kita sebagai mahasiswa kepada Negara ini untuk mengubah paradigma masyarakat tetang rokok dan kesehatan. Karena sehat adalah gaya hidup. Hal ini merupakan konsekuensi logis, dari proses Revitalisasi Jati Diri Mahasiswa Kedokteran Indonesia, yang telah mengukuhkan dirinya sebagai garda terdepan dalam usaha pemenuhan kesehatan yang tercantum dalam Deklrasi Hasanuddin. Pada pertemuan Rapat Koordinasi Nasional di Universitas Pembangunan Nasional, 22-25 Mei
2009. setelah melakukan kajian, kami mahasiswa kedokteran Indonesia menyatakan pernyataan sikap sebagai berikut :
1. Kami mahasiswa kedokteran Indonesia adalah insan kesehatan yang bebas rokok
2. Kami mahasiswa kedokteran Indonesia adalah insan kesehatan yang mendukung
dan berperan aktif dalam segala upaya yang mengarah kepada
penurunan dampak buruk pengunaan rokok
3. Kami organisasi mahasiswa kedokteran indonesia tidak menggunakan
dukungan dari industri rokokdalam bentuk apapun
4. Kami akan memperjuangkan kawasan tanpa rokok di institusi tempat kami
bernaung
5. Kami, mahasiswa kedokteran indonesia menggugat pemerintah Republik
Indonesia untuk segera mengaksesi Framework Convention Tobacco Control (FCTC)
6. Pada tahun 2010 fakultas kedokteran seluruh Indonesia adalah kawasan tanpa
rokok.
7. Kami mahasiswa kedokteran Indonesia menuntut pemerintah menegakkan PP Nomor
19 Tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan
Faktor penting yang turut berperan dalam gerakan anti rokok adalah kesadaran dari masyarakat sendiri .Dengan Menyadari kerugian yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok, maka lambat laun konsumsi rokok pun akan semakin berkurang dan industri rokok pun akan gulung tikar sendiri. Tidaklah ada manfaatnya seluruh usaha kampanye anti rokok, bila kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih rendah.Oleh karenanya, selain kampanye anti rokok dengan memaksa stakeholder terkait untuk mengeluarkan kebiajakan terkait gerakan anti rokok, dan juga promosi kesehatan kepada masyarakat tentang bahaya merokok, merupakan suatu keniscayaan yang harus dilakukan.
Jakarta,
30 Mei 2009
IKATAN
SENAT MAHASISWA KEDOKTERAN INDONESIA